Dikutib dari salah satu media online dalam audensi di dalam gedung DPRD Direktur Pusat Studi dan Avokasi Kebijakan Publik (PUS@KA) Lujeng Sudarto menyampaikan, jika kedatangan pemandu pemandu lagu ke Dewan Perwakilan Rakyat bertujuan untuk meminta kepastian hukum pekerjaan yang digelutinya.
“Para pemandu lagu itu statusnya sama dihadapan hukum dan kebanyakan tulang punggung keluarga dan mencari uang dengan cara menjadi pemandu lagu, karena susu dan sekolah serta kehidupan keluarganya tidaklah gratis” kata Lujeng
Ia juga mengutarakan, pemerintah daerah segera keluarkan Perda. Dia sangat tidak setuju bila terlontar kata local wisdom (kearifan lokal) menjadi penghambat keluarnya Perda. Karena daerah lain yang juga punya kearifan lokal tapi bisa mengatur tempat hiburan.
“Perda ini saya anggap krusial dan mendesak agar segera diterbitkan oleh pemerintah Pasuruan” jelasnya dalam forum audensi. Selasa (23/04/2024)
Desakan segera dikeluarkanya Perda tentang bisnis hiburan inilah membuat sebagian masyarakat berbeda pendapat, ada yang mendukung adapula yang menolak.
Seperti halnya Lembaga Swadaya Masyarakat dan Ormas yang dikoordinir oleh Gerakan Pemuda Peduli Pengamat Hukum (GP3H) mendatangi kantor DPRD Kabupaten Pasuruan untuk menggelar audiensi yang intinya mereka menolak dikeluarkanya peraturan daerah (Perda) Hiburan yang disinyalir adanya kepentingan penjualan dan peredaran miras , sabu dan pelaku protitusi.dimana perda tersebut menjadi program legislatif daerah (prolegda) DPRD Tahun 2024, Kamis (25/04/2024).
Ketua GP3H Anjar S mengatakan, bahwa kami menolak adanya perda maksiat yang mengakomodasi kepentingan para Lady Companion (LC) karena mengarah pada praktek prostitusi peredaran minuman keras, Pasuruan adalah kota santri dan kami menolak keras praktek kemaksiatan dalam bentuk apapun, kami juga minta kepada APH untuk segera melakukan penindakkan dan penutupan cafe Gempol 9, karena secara history tempat tersebut pernah terjadi perdagangan anak, prostitusi dan peredaran minuman keras ” ujarnya.
Sementara itu diruangan yang sama, Ayik Suhaya menyampaikan, dirinya juga mengutuk keras apa yang dilakukan oleh sebagian orang yang mengatasnamakan aktivis untuk melegalkan prostitusi, masyarakat Pasuruan identik dengan masyarakat santri, kami minta kepada DPRD untuk secara tegas menolak usulan mereka, hal ini semata mata untuk menjaga harkat dan martabat masyarakat Pasuruan, jika hal ini dibiarkan maka masa depan moral generasi yang akan datang rusak dan amoral” ujarnya.
Menyikapi akan adanya hal ini, Sugianto ketua komisi 1 DPRD memberikan apresiasi terhadap sikap dan penolakan para aktivis dan ormas terhadap praktek prostitusi dalam bentuk apapun apalagi menyangkut legalitas, kami pastikan bahwa DPRD dalam pembahasan Raperda tersebut tetap memegang teguh bahwa Pasuruan adalah kota santri anti miras maupun prostitusi ” katanya. (Red)