METROPAGI.ID, MOJOKERTO – Keseriusan atau penegakan hukum di wilayah Polres Mojokerto patut dipertanyakan, baru-baru ini ramai jadi perbincangan di masyarakat, Lima terduga pelaku pencurian dimanakan pada tengah malam oleh aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) Korem 082/CPYJ Mojokerto karena diduga mencuri kabel bawah tanah milik PT Telkom Indonesia, kemudian mereka diserahkan ke Polres Mojokerto, namun sayang kelima pria tersebut dilepas dengan alasan belum ada yang melaporkan.
Penangkapan kelima pria tersebut terjadi pada Jumat dini hari sekira pukul 22.00 Wib 13 Juni 2025, di Desa Sajen, Kecamatan Pacet, saat mereka melakukan aksinya dengan cara menggali kabel-kabel di bawah tanah pada saat di malam hari. Sejumlah barang bukti kabel tembaga, alat gali, mobil operasional, hingga truk pengangkut disita.
Namun babak selanjutnya mengejutkan. Setelah kasus diserahkan ke Satreskrim Polres Mojokerto untuk proses hukum lebih lanjut, kelima pelaku dibebaskan. Tidak ada proses penahanan. Tidak ada penetapan tersangka. Tidak ada kejelasan tindak lanjut.
Kondisi ini menimbulkan kegaduhan. Di satu sisi, TNI institusi pertahanan negara melakukan fungsi pengamanan dan penindakan ketika melihat ada pelanggaran hukum di lapangan. Namun ketika kasus masuk ke wilayah sipil, institusi penegak hukum justru bersikap sebaliknya, melepaskan para pelaku dengan alasan “tidak cukup bukti”.
Sumber dari lingkungan Korem menyebutkan, bahwa saat ditangkap, para pelaku tidak dapat menunjukkan dokumen perizinan resmi. Bahkan mereka berdalih hanya menjalankan “perintah dari atasan proyek”, yang hingga kini identitasnya tidak pernah diungkap.
“Kami menangkap bukan berdasarkan asumsi. Ada tindakan nyata, menggali kabel negara tanpa izin, di malam hari hingga menjelang subuh, dan berusaha membawa kabur kabel itu,” ujar salah satu perwira Korem yang enggan disebut namanya.
Dikutib dari salah satu media, Perkara dugaan pencurian kabel tembaga yang diduga milik Telkom diserahkan kepada kami oleh intel Korem kemarin malam sekitar pukul 22.00 WIB. Langsung kami tangani.
“Barang bukti yang diamankan dalam penangkapan tersebut meliputi satu unit truk Mitsubishi bernopol S 8987 NE dan sepuluh potong kabel tembaga masing-masing sepanjang dua meter. Kabel tersebut merupakan jaringan tua yang ditanam sejak 1971 dan kini disebut sudah tidak aktif,”ungkap Kasat Reskrim Polres Mojokerto, AKP Nova Indra Pratama, Sabtu (14/6/2025).
Kendati demikian, Nova menegaskan, secara hukum tindakan para terduga dapat dijerat Pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan. Namun, ketiadaan laporan dari pemilik resmi kabel membuat polisi belum dapat menetapkan nilai kerugian maupun melanjutkan proses penahanan.
“Karena sampai melewati 1×24 jam belum ada laporan dari PT Telkom Indonesia atau pemilik kabel, maka kelima orang tersebut kami pulangkan untuk menjamin kepastian hukum,” ujarnya.
Sementara itu praktisi hukum Haris, S.H yang juga berprofesi sebagai advokat menilai sangat menyayangkan mengapa pihak Kepolisian melepas kelima terduga pelaku, karena tindakan Pencurian dapat digolongkan sebagai delik biasa atau tindak pidana umum yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 362 KUHP.
“Delik biasa, dalam konteks hukum pidana, adalah tindak pidana yang tidak memerlukan pengaduan atau persetujuan dari pihak yang dirugikan (korban) untuk dapat diproses oleh penegak hukum. Artinya, penyidik dapat langsung menindaklanjuti kasus tersebut meskipun korban tidak mengajukan laporan atau mencabut laporannya,”ujarnya. Senin (16/06/2025)
Lebih lanjut ia mengatakan, Perbedaan utama dengan delik aduan dengan biasa antara lain:
Delik aduan:
Membutuhkan pengaduan dari korban atau pihak yang dirugikan untuk memulai proses hukum. Jika korban mencabut pengaduannya, proses hukum biasanya akan dihentikan.
Delik biasa:
Tidak memerlukan pengaduan, dan penegak hukum dapat memprosesnya meskipun korban tidak mengajukan laporan atau mencabutnya.
Contoh delik biasa:
Pembunuhan, Pencurian, Penggelapan, Penipuan.
“Pentingnya delik biasa:
Penetapan delik biasa dalam hukum pidana bertujuan untuk melindungi kepentingan umum dan memastikan bahwa tindak pidana yang merugikan masyarakat dapat ditindaklanjuti, meskipun korban tidak berani atau tidak ingin melaporkan,”tukasnya. (Red)